BAB I
PENDAHULUAN
Satu hal yang sangat menarik seperti apa yang
digambarkan selama ini, yakni Islam memiliki karekteristik global, bisa
diterima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi yang lain, saat ia
memasuki berbagai kawasan wilayah, karekteristik global seolah-olah hilang
melebur ke dalam berbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Satu kecenderungan
diman biasa Islam mengadaptasi terhadap kepentingan mereka. Persoalannya adalah
apakah fenomena seperti ini bisa dipandang sebagai sebuahkeberhasilan Islam
dalam menembus medan dakwah hingga bisa diterima dalam berbagai lapisan
masyarakat lokal, sekalipun warna dan ciri keglobalannya sedikit pudar ? atau
fenomena seperti ini justru sebagai sebuah reduksi terhadap universalitas
Islam, di mana lokalisme mampu “menjinakkan” universalitas Islam sebagai satu
kekuatab global.
Dalam hal ini Islam dipandang sebagai agama
yang memiliki kesatuaan dalam keragamannya (unity in variety) dalam aspek-aspek
teologi dan spritualnya, sementara lokalitas keragamannya berbeda dalam
pola-pola penerapan dengan variasi kultural masing-masing.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN STUDI KAWASAN
ISLAM
Secara
Etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam kajian Islam di
Barat disebut Islamic Studies secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal
yang berkaitan dengan keislaman. Secara terminologis adalah kajian secara
sistematis dan terpadu untuk mengetahui, memakai dan menganalisis secara
mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam,
sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.[1]
Pengertian Studi Kawasan Islam adalah kajiaan
yang tampaknya bisa menjelaskan bagaimana situasi sekarang ini terjadi, karena,
fokus materi kajiannya tentang berbagai area mengenai kawasan dunia Islam dan
lingkup pranata yang ada dicoba diurai didalamnya. Mulai dari pertumbuhan,
perkembangan, serta ciri-ciri karekteristik sosial budaya yang ada didalamnya,
termasuk juga tentang faktor-faktor
pendukung bagi munculnya berbagai ciri dan karakter serta pertumbuhan
kebudayaan dimasing-masing dunia kawasan Islam. Dengan demikian, secara formal objek studinya harus meliputi
aspek-aspek geografis, demografis, historis, bahasa serta berbagai perkembangan
sosial dan budaya, yang merupakan ciri-ciri umum dari keseluruhan perkembangan
yang ada pada setiap kawasan budaya.[2]
B.
SEJARAH TENTANG STUDI KAWASAN
Dalam sejarahnya, persoalan hubungan antar
batas-batas wilayah sebuah negara sebenarnya sudah sekian lama telah menjadi
perhatian para ahli kegenaraan sejak jaman Yunani sekitar tahun 450-an SM.
Ptolemy, Thucydidas, Hecataeus, dan Herodotus merupakan sejarawan Yunani yang
cukup intens dengan kajian-kajian wilayah yang ia kenal, baik melalui cerita
orang maupun dari hasil pengamatan terhadap wilayah-wilayah yang ia kunjungi.
Mereka selain seorang sejarawan juga seorang pengelana.
1.300 tahun
kemudian, Kaum Muslimin memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengembangkan
studi kawasan ini dengan berbagai corak
yang ragam yang lebih dinamis lagi. Karya-karya mereka telah melampaui
sejarawan Yunani, di mana pembahasannya bukan lagi berbicara tentang realits
sejarah, tetapi lebih maju lagi yakni bagaimana cara-cara menanganinya.
Munculnya berbagai karya sejarah dengan
tema-tema kajian wilayah dimulai dari awal penciptaan sampai mulai dihuni umat
manusia, merupakan kajian-kajian yang sangat populer dan hampir bisa ditemukan
dalam karya-karya sejarah klasik Islam. Sekalipun kajian geografi sebagai
disiplin ilmu agak berbeda dengan sejarah, namun dikalangan sejarawan muslim hal
ini tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena objek pembahasan antara keduanya saling melengkapi. Karena kajian sejarah,
sangat membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu sebagai aktivitas pelakunya.
Oleh karena itu, karya-karya tentang geografi dan sejarah telah menjadi bagian
penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi Islam secara
umum.
Karya
al-Baladzuri, Futuh al-Buldan wa Ahkamuha merupakan kajian sejarah yang sangat
mementingkaan tinjauan wilayah Baladzuri wafat tahun 892 M, semasa hidupnya ia
menjadi penasihat para Khalifan Abbasiyah, Al-Mutawakkil ‘Alallah dan
Al-Musta’in Billah, bahkan ia mendidik Al-Mu’taz. Karya monumental ini merekam
seluruh proses penaklukan dan bagaimana penanganan terhadap wilayah-wilayah
baru kaum muslimin, seperti Syam, Irak, Mesir, Maroko, Armenia, serta
wilayah-wilayah Persia lainnya. Secara metodologis dia tidak hanya
mengandalalkan fakta tulis atau riwayat pengalaman pelaku, tetapi ia juga
berhasil melihat dimana wilayah-wilayah yang dijelaskannya hampir seluruhnya
sudah ia kunjungi.
Al-Ya’qubi seagai Pegawai di kekhalifahan Abbasiah dan diperkirakan
meninggal tahun 292 H, telah menulis karya al-Buldan (jama’ dari balad;
negara-negara) membicarakan bukan hanya cara-cara penaklukkan dan penanganan
wilayah-wilayah Islam, tetapi juga berbaai potensi sumber daya alam dan ekonomi
tiap-tiap wilayah ia gambarkan secara jelas. Sebagai penulis ia telah
mengunjungi semananjung India, Arab, Syam, Palestina, Libya, Aljazair, dan
Sebagainya. Ia mencari sumber-sumber otoritatif dalam aspek-aspek geografi
wilayah-wilayah Islam. Sebagai seorang pengelana dan Sejarawan ia telah
mengunjungi dan mengamati lebih dari 70 kota dan wilayah Islam baik di Afrika
Utara, Asia maupun Spanyol.
Al-mas’udy, penulis Maruj al-Dzahab ini mengawali pengetahuaan
tentang heografi dan sejarah dari hasil pengembaraan nya ke berbagai wilayah,
bailk wilayah muslim maupun wilayah non muslim, ia banyak menerima berbagai
informasi sehingga penjelasannya tentang keberadaan dan sejarah wilayah sangat
kaya. Ia sangat menguasai adat istiadat dan pembangunan, pola kehidupan setiap
masyarakat yang dikunjunginya, termasuk bahasa dan punya keakraban dengan tokoh
lokal. Karya ini ditulis tauhun 947 M, ia meninggal tahun 956 M di Fusthath.
Al-Birruny, penulis kitab al-Hind merupakan sejarawan yang ahli
dalam kajian wilayah India. Bukan hanya sebagai sejarawan tetapi ia juga ahli
dalam penelitian dan observasi dalam ilmu-ilmu lainnya. Sebagai seoarang
penasihat dinasti Ghaznawy, Sultan Mahmud Ghazna ia bekerja bukan hanya untuk
kepentingan pemerintahan, tetapi juga menjelaskan secara objektif keberadaan
wilayah, keagamaan, mentalitas penduduk, pemeikiran India dan bagaimana
semestinya harus ditangani oleh para penguasa muslim. Kitab al-Hind ini ditulis
tahun 1017 M.
Sebenarnya banyak sekali berbagai studi yang telah dilakukan oleh
para sarjna muslim klasik dan pertengahan dan melihat berbagai kawasan dan kantong-kantong
kaum muslimin di bebagai wilayahnya. Perhatian mereka terhadap potensi-potensi
wilayah, baik Desa, Kota maupun berbagai
kegiatan kependudukannya, jelas membuktikan bahwa studi kawasan-kawasan Islam
sepanjang sejarahnya selalu menarik perhatian. Sejarah wilayah seperti Halb,
Mesir, dan sebagainya yang menjadi objek studi, telah ditulis Bughyat al-Thalib
fi Tarikh al-Halab.
Begitu banyak orang mengkaji wilayah dengan berbagai variasinya,
dan setiap periode menunjukkan trend yang berbeda-beda. Namun, dalam
perkembangan sejarahnya, istilah geopolitik baru lahir sebagai istilah baru
abad ke-19, sebagai bagian dari konsep “geo-strategy” bangsa Jerman yang
dikembangkan oleh Otto van Bismarck, dengan “unification of the German States.”
Teori ini pada akhirnya menjadi suatu bagian yang lebih luas lagi dari kajian
Geografi secara umum. Tahuhn 1890 Alferd Thayer menulis tentang “The Influence of Sea Power Upon History.”
Rudolf Kjellen ahli geografi politik Swedia kemudian memunculkan istilah
kekuatan wilayah (the power of area) di akhir abad ke-19. Tulisannya ini
kemudian mengilhami Friedrich Ratzel seoranahli Ilmu alam, untuk merumuskan
teori “geopolitik” secara utuh dalam bukunya “politische Georaphie” tahun 1879.
Dalam teorinya ia menyatakan bahwa setiap negara selalu mengupayakan wilayah
kesatuaanya dan membentenginya terhadap upaya-upaya negara lain untuk merebut
tanah wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu, semua negara (Nasionalisme) ingin
hidup dalam wadah wilayah kesatuan bagi kehidupannya.[3]
C.
TIPOLOGI KAWASAN TIMUR TENGAH
Etnolinguistik Kawasan Arab
Kawasan Kebudayaan Islam Arab, bisa
didefenisikan secara Linguistik dengan bahasa Arab sebagai bahasa induk
kebudayaan mereka. Sekalipun sekarang mencakup dan meliputi di luar batas-batas
geopoollitik tertentu etnik Arab, seperti Sudan, Somalia dan Mauritania yang
seluruh penduduknya dapat disebut bukan orang Arab, tetapi secara linguistik
mereka bisa masuk ke dalam kriteria Arab.
Pertama-tama kita bisa membedakan dengan jelas antara wilayah Arab
Timur dan Arab Barat ,dengan menarik lokasi
garis padang pasir sejak wilayah Maroko, Lybia, Al-Jazair, Mesir,dan
Syiria. Dari Syiria dapat dipisahkan lagi oleh garis gaya-linguistik ke selatan
Saudi Arabia, yaknii Yaman dan Ke Utara Sampai Ke Irak.[4]
Di bagian Timur (masyriq), terutama Hijaz dan Najd sebagai tempat
kelahiran Islam. Sampai saat ini masih berbentuk satu unit tersendiri dengan suatu pola kebudayaan nomadik padang pasir,
yang membentang sampai Yordania Selatan, Suria dan Irak. Sementara Itu,
negara-negara Levant (Mediterenia Timur) Telah membentuk ciri-ciri lain yang telah
disatuka oleh kesamaan-kesamaan geografis, pengalaman sejarah, terutama akibat
dominasi Tuski Usmani, dan bahkan oleh bentuk-bentuk dialek Arab mereka yang
hampir bisa dikatakan seragam. Sementara Mesir yang dalam banyak hal merupakan
juga pusat kawasan Arab, adalah sangat khas dan berbeda dengan wilayah-wilayah
Arab lain terutama dalam aspek fisionomi dan Anatomi dialek mereka. Seperti
halnya dalam kebiasaan-kebiasaan dan dialek mereka. Seperti halnya dalam
kebiasaan-kebiasaan dan moralitas yang mencerminkan masa lampau kuno, akibat
sejarah panjang wilayah ini yang sanat dinaamis dengan berabagai karakter etnis
terutama semasa kekuasaan Faraoh dan Romawi, kemudian menagalami islamisasi dan
arabisasi total bahkan pengaruh Turki yang cukup lama ( Bani Thulun, Ikhsyid,
dan Usmani) telah memberrikan cerminan
yang khas, baik dalam kebiasaan sehari-hari maupun aspek-aspek seni, sosial,
dan budaya mereka.
Sementara itu, dunia Arab bagian Barat yang secara tradisional
dikenal sebagai al-maghrib al-aqshaa,, membentang sejak dari Libya sampai ke
Lautan Atlantik; Tlemcen dan Maroko termasuk sampai wilayah Spanyol sebelum
ditingglkan oleh kaum muslimin. Sesuatu yang sudah lama sebagai wilayah
tersendiri yang memiliki perbedaan corak dengan arab Timur. Spanyol dan Maroko
memiliki ikatan kebudayaan yang sangat mendalam. Terutama Maroko dalam
kenyataan sampai hari ini merupakan homogenitas yang telah dipaksakan oleh
kesamaan sejarah yang panjang dalam lingkup Ahl Bait (keturunan Nabi Muhammad
SAW), dinasti Idrisiyah.
Mereka juga melakukan interaksi yang berkesinambungan dengan
unsur-unsur nomadik, termasuk sebauah campuran yang uni dengan penduduk Barbar.
Mereka telah dicirikan oleh perkembangan oleh banyak aspek khususnya keseniaan
Islam seperti : Arsitektu, Khaligrafi, Perkebunan, dll. Sampai puncak yang
terkenal yang masih terus mereka pertahakan seperti cara-cara berpakaiaan kaum
laki-laki yang mencerminkan sebuan model di zaman awal masyarakat Madinah.
Bahkan masakan mereka yang kelihatan ekslusif dan mencerminkan seni hidangan
telah mentradisi sejak lama di Adulusia dan di Marokko sendiri.
Oleh karena itu, bagi wilayah Islam Arab di mkan ia merupakan salah
satu kawasan Islam tebesar kebudayaan dunia Islam, pada intinya orang dapat
mendektesi pembagiaanya secara garis besar dengan Islam Arab Timur dan Islam Arab barat.
Kemudiaan dalam setiap wilayah tersebut dapat ditemui pula secara mikro
wilayah-wilayah lokal. Dan keseluruhan wilayah ini dapat dipersatukan kembali
diluar keragaman tersebut oleh penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa Ibunya.
a.
Saudi Arabia
1.
Sejarah politik Saudi Arabia
Inti dunia Arab untuk studi kawasan yang satu ini, tentunya Saudi
Arabia sebagai negara politik, karena memiliki sejarah panjang mulai dikenal
sejak jaman Rasulullah SAW, dilanjutkan oleh Khulafaurrasidin pada tahun 634 M dengan sistem kekhilafahan. Sejak tahun 660 M,
dilanjutkan oleh dinasti amaiyah, dam memindakan ibokota pemerintahannya ke damaskus Atau yang
sekarang disebut dengan Syiria. Kemudian pada tahun 750 M pemerintahan Islam
Abbasyiah menggantikan amawiyah dam memindahkan pusat pemerintahannya di baghdad.[5]
Meski sejak abad ke-16 (1512 M) secara formal Arab telah dikuasai
turki Utsmaniyah, namun berbagai keamiran kecil tetap berkuasa. Inilah yang
membuat wilayah tersebut terus bergolak hingga akhir Abad ke-19 M. Di antara
banyak keamiran itu, amir Dinasti saud muncul sebagai kekuatan politik yang
paling berpengaruh dan yang paling menonjol.
Mereka muncul sejak abad ke-18 sebagai kepala suku diwilayah hijaz,
kekuasaannya berpusat di kota Dariyah. Pada tahun 1744, dinasti saud kian
memperluas wiyah kekuasaannya, satu demi satu keamiran yang lemah
ditaklukkannya.
2.
Batas-batas wilayah dan
jumlah penduduk
Adapun batas-batas wilayah disebelah berbatasan dengan Irak dan
Kuwait. Sebelah berbatasan dengan Yaman dan Oman. Sebelah Timur berbatasan
dengan Teluk Persia dan Qatar. Sebelah
Barat dengan Yordania dan Laut Merah. Wilayah politiknya meliputi wilayah
seluas 1,96 juta KM 2. Penduduknya berjumlah sekitar 21,5 juta, 90% etnik Arab,
selebih nya Astro Asia.[6]
Meski Syariat Islam berlaku disana, namun dalam beberapa hal,
sistem hukumnya juga mengenal perundang-undangan sekuler sebagai upaya untuk
bisa menjembatani dalam hubungan dengan Dunia luar. Apalagi dalam kaitannya
dengan hubungan dengan minyak dengan negara-negara Barat terutama Amerika
Seriklat.
3.
Potensi dan Perkembangan
Ekonomi
Meski iklimnya kering dengan wilayah terbesar gurun pasir, namun
pemerintahan Fahd berhasil membangun kemakmuran rakyatnya. Hal ini disebabkan
adanya sumber minyak bumi yang meliputi 26 sumber cadangan minyak dunia. Minyak
bumi menyumbang 75% pendapatan Saudi Arabia dan memberi konstribusi 90% dari
totoal devisa sehingga ia termasuk negara yang tidak memiliki utang ke luar
negri. Minyak bagi Sauidi juga merupakan alat politik, yang mengakibatkan Barat
terus bergantung padanya. Saudi pernah akan mengancam akan memboikot
produksinya minyaknya, akibat meletunya pertikaian Arab dan Israel yang
didukung Amerika Serikat.
Selain minyak, negara Arab Saudi juga mendapatkan devisa dari
pendapatah jumlah jama’ah haji dari seluruh penjuru dunia Islam serta dari
komoditas pertaniaan seperti kurm, daging domba, dan susu yang biasa diusahakan
oleh orng Arab badawi di sekitr oase-oase.
4.
Kondisi Sosial dan Budaya
Berkah minyak bumi inilah yang
telah mendorong modernisasi di Saudi sehingga angka melek huruf pun cukup
tinggi, 62,8%. Sekalipun pada sisi lain
dampak modernisasi ini telah menimbulkan kesenjangan antara kehidupan
penduduk kota dengan penduduk pedalama. Termasuk juga antara golongan muda dan
kaum tua serta para ulama. Para wanita misalnya, meski diluar rumah selalu
mengguanakan semacam pakaian jubah yang biasa disebut dengan “abha” namun
didalam rumah mereka sudah terbiasa menggunakan pakaian produk-produk buatan
Barat.
b.
Syiria
1.
Letak Geografi Syiria
Republik Syiria sekarang dibatasi oleh : Turki, Irak, Jordan,
Israel, Lebanon, dan Laut Meditranian. Luas tanah nya mencapai 185,180 Km2 (71,498 ml2), wilayah ini
merupakan lokasi persimpangan yang sangat strategis secara geopolitik, terutama
dalam menghubungkan dunia Arab dengan Dunia Eropa melalui jalur laut
Mideterania. Kekuatan militer Syiria memberikan andil yang sangat penting bagi
wilayah-wilayah timur tengah melalui perbatasannya di medeteranian. Ia
merupakan negara kesatuaan republik yang memilki potensi ekonomi yang cukup
tinggi, sekalipun ia banyak melibatkan masalah politik di daerahnya.
2.
Pemerintahan Syiria
Sebagaimana yang dialami oleh negara-negara baru bentukan
imperalisme Barat, konsep negara modern haruslah menunjukkan bahwa pemerintahan
sebuah negara tidak boleh ditangani oleh penguasa mutlak, pemerintah harus
mengakui kekuatan lain dalam bersama-sama mengurus negaranya. Dengan demikian,
pada konstituante tahun 1973, pemerintahan Syiria pun dibagi menjadi tiga
bagian : Eksekutif, Legeslati dan Yudikatif, sekalipun dalam praktikknya memang
yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah presiden. Ia mempunyai wewenang penuh
untuk mengangkat semua mentri sekaligus sebagai penguasa umum komando militer.
3.
Sosial dan budaya
Syiria sekarang adalah bagian dari negara-negara Arab Modern yang
nama negaranya di ambil dari istilah negara kuno, yang dikenal sejak
berabad-abad sebelum Masehi. Wilayah ini menunjukkan keeragaman warisan,
tradisi kuno, dari mulai Romawi Bizantium, Mesir,Afrika, Aramik, dan Israel
sampai Tradisi Arab Islam. Kesatuan ragam budaya mereka telah disatupadukan
oleh proses arabisasi Islam ; Umayah I di Damaskus, dan dinasti kecil
Hamdaniyah di Aleppo. Sekalipun pengaruh Turki Islam masa dinasti Turki Usmani
cukup lama menguasai Syiria, Tetapi tampaknya tidak memberi bekas yang cukup
dominan secara umum.
4.
Kondisi Geografis dan Potensi
Ekonomi
Luas daratan dan kondisi wilayah di Syiria cukup memadai sebagai
wilayah dan negara tersendiri, sekalipun banyak daerahnya terdiri dari gurun
pasir yang relatif sempit. Rentetan bukit dan jarak gunungnya kira-kira sejajar
dengan batas dataran pantai. Temperatu di sekitar dataran pantai, panas dan
lembab, pada musim panas dan dingin lembab pada musim hujan.[7]
Sungai besar yang termasuk berasal dari Syiria : Euprat, Al-Khabur,
dan Balikh mempunyai mata air di Turki, dan Orentes yang bersumber di Libanon.
Hulu sungai-sungai ini terutama
Euprat, telah diprioritasikan untuk irigasi oleh perencanaan pemerintah Syira.
Euprat, telah diprioritasikan untuk irigasi oleh perencanaan pemerintah Syira.
Tanah subur di daerah utara banyak dipadati penduduk, terutama
sepanjang pantai dan di lembah-lembah sungai di mana banyak tumbuhan-tumbuhan
alami, termasuk hutan pegunungan pohon pinus dan pohon oakasia, yang masih jauh
dari aktivitas manusia. Marga satwa asli termasuk Rusa, Kijang, Tupai, Kucing hutan,
Kelinci, dan Bermacam-macam Burung das sedilkit reftil gurun pasir. Sumber
penghasilan tambang yang utama adalah fostat dam minyak bumi. Walaupun Syiria
bukan penghasil minyak tanah utama, tetapi oleh standar petrolium Timur tengah
Syiria menunjukkan mempunyai sedikit cadangan.
5.
Masyarakat dan Penduduk
Penduduk Syiria yang menggunakan bahasa Arab
terdiri dari 85-90% dari populasi Syiria. 85% dari orang Syiria adalah Muslim
mereka terbagai ke dalam beberapa sekte. Kira-kira 75% orang sunni daan yang
lainnya Syiah; Islamiyh, Alawites, dan kelompok Druz (perpaduan ideologi Syi’ah
, kwarij, komunis ).
Tersedianya banyak air sangat menentukan
kehidupan penduduk kedpadatan penduduk yanjg semakin meningkat sepanjang daerah
pesisir antara Latakia dan Tartus, di bagian tenggara terikat oleh hubungan
dengan kota-kota Aleppo, Hamman, Homs, dan Damaskus. Disana juga terdapat
sedikit komunitas pengembara badawi yang hidup di gurun pasir di wilayah
selatan dan timur.
BAB III
PENUTUP
Tujuan Studi Islam
Bagi umat Islam, mempelajari Islam
mungkin untuk memantapkan keimanan dan mengamalkan ajaran Islam, sedangkan bagi
non muslim hanya sekedar diskursus ilmiah, bahkan mungkin mencari kelemahan
umat Islam dengan demikian tujuan studi Islam adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk memahami dan mendalami
serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan
mengamalkan secara benar, serta menjadikannya sebagai pegangan dan pedoman
hidup. Memahami dan mengkaji Islam direfleksikan dalam konteks pemaknaan yang
sebenarnya bahwa Islam adalah agama yang mengarahkan pada pemeluknya sebagai
hamba yang berdimensi teologis, humanis, dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Dengan studi Islam, diharapkan tujuan di atas dapat di tercapai.
Kedua, untuk menjadikan ajaran-ajaran
Islam sebagai wacana ilmiah secara transparan yang dapat diterima oleh berbagai
kalangan. Dalam hal ini, seluk beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang
berlaku bagi umat Islam dijadikan dasar ilmu pengetahuan. Dengan kerangka ini, dimensi-dimensi
Islam tidak hanya sekedar dogmentis, teologis. Tetapi ada aspek empirik
sosiologis. Ajaran Islam yang diklain sebagai ajaran universal betul-betul
mampu menjawab tantangan zaman, tidak sebagaimana diasumsikan sebagian
orientalis yang berasumsi bahwa Islam adalah ajaran yang menghendaki ketidak
majuan dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
REFERENSI
ü Ahmad
Norma Permata, Metodologi Studi Agama, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2000.
ü Azyumardi
Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, ( Jakarta
: Logos)1999.
ü Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspek, (Jakarta: Bulan Bintang) ,1985.
ü Mukti
Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1991.
ü Azyumardi
Azra,Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : Rajawali Pers ), 2009.
ü Ajid
Thohir, Perkiembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : Rajawali
Pers),2004.
[1] Harun Nasution, Islam Ditinjau
Dari Beberapa Aspek, (Jakarta: Bulan Bintang),hlm 33.
[2] Azyumardi
Azra,Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : Rajawali Pers ), hlm.2.
[4] Ajid Thohir, Perkiembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : Rajawali Pers), hlm. 38-41.
[5] Azyumardi Azra,Op,Cit, hlm. 117.
[6] Mukti Ali, Metode Memahami Agama
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang),hlm.62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar